03 April 2008

KKR Jangan Sebatas Angin Lalu

Oleh: Hadi Al Sumatrany

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) adalah produk hukum yang pernah lahir untuk mencari solusi penyelesaian kekerasan yang pernah terjadi di negeri ini. Tetapi akhirnya pertualangan KKR di hentikan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi. Keputusan itu semapat menimbulkan wacana publik yang sedang kebingungan. Tentu saja kebingungan terhadap keputusan MK sebagai lembaga pengawal Undang-Undang.

Wacana pembentukan KKR di Aceh membawa angin baru bagi korban. Seolah ada harapan yang bakal lewat di hadapan mereka. Tetapi belum tentu harapan dapat membangkitkan 100% optimisme. Karena banyak orang juga yang menyangsikan Pembentukan KKR tersebut.

Kesangsian tersebut sangat beralasan karena perjalanan sejarah dan praktek keadilan di negeri ini sangat membosankan (kalau boleh disebut sudah kelewat bobrok). Sebut saja, kasus pembunuhan tokoh HAM Munir.

Sampai hari ini publik di buat kebingungan dan penasaran. Publik di buat heran terhadap kasus Munir. Karena pelakunya seperti Jin, yang hilang seperti tanpa ada yang nyata. Mungkin saja pelaku pembunuhan adalah tokoh terdidik dan terpelajar sehingga radar hukum di negeri ini tak punya kemampuan untuk medeteksi.

Padahal itu hanya memburu untuk satu orang. Bagaimana dengan kematian orang Aceh yang buruanya mungkin tak sanggup lagi dihitung dengan tangan dan kepala. Apakah KKR ini serius atau main-main?. Jika serius mari kita terlibat sampai tuntas tetapi bila main-main sebaliknya cukup di sini saja karena masih banyak hal lain yang perlu kita selesaikan.

Karena konflik Aceh membunuh banyak orang, maka mari semua pihak terlibat dengan membawa bendera dukungannya. Dukungan disini bukan hanya sebatas retorika atau olahraga mulut. Tapi bagaiamana mampu mencari pelaku dan membawa keadilan hukum dan keadilan finansial kepada publik yang pernah terluka selama konflik.

Harapan para korban dan keluarganya adalah keadilan untuk masa depan. Minimal bila anaknya masih ada maka bagaimana anak tersebut dapat menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi. Jika Ibunya masih ada tentu menjadi kewajiban negara membantu agar tidak menderita di hari tuanya.

Banyak hal dapat di lakukan untuk menuju keadilan. Tetapi yang kita khawatirkan, keadilan ini seperti di atas awan. Ia tidak ke bumi tetapi tidak juga ke langit. Ia berada ditengah-tengah ketidak jelasan yang penuh denga tanda tanya.

Karena pembentukan KKR di Aceh bukan hanya sebatas deklarasi tetapi bagaimana inti dan tujuannya benar-benara membawa kedamaian dan keadilan bagi para korban. Sudah cukup korban tsunami yang di kibuli oleh kerajaan rehab-rekon. Jangan sampai korban konflik yang di kibuli oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Jangan sampai membawa-bawa nama HAM dalam menyelesaikan konflik Aceh tapi kerjanya “HOM HAI”. Karena harapan semua pihak agar tragedi berdarah di Aceh dapat di selesaikan dengan baik dalam tenda kedamaian yang kokoh.

Disini amat jelas suatu tuntutan kejujuran dan keikhlasan semua pihak yang terlibat dalam konflik Aceh untuk mau dan berani mengungkapkan. Karena bila mendukung melalui mulut tapi tidak mau serius untuk mengungkapkannya, maka sama saja tidak mendukung sepenuh hati.

Semoga KKR di Aceh terbentuk dalam waktu secepatnya tetapi jangan gegabah. Jangan samapi KKR di Aceh hanya sebatas angin lalu untuk sekedar mencari sensasi kolompok atau organisasi. Karena ini lebih menyakitkan dari pada konflik yang pernah berlalu.Mari kita semua mendukungnya.[]

Tidak ada komentar:

Pemain Persiraja

Pemain Persiraja
Playmaker Persiraja, Patrick Sofian Ghigani