28 November 2018

Badan Raoen Raoen


Oleh: Hadi Al Sumatrany

Lagi-lagi kita berbicara BRR, karena rekonstruksi Aceh adalah tanggungjawab, maka perlu ada pengawasan yang ketat dari berbagai pihak. Jika tidak ada pengawasan yang ketat maka dapat dipastikan banyak penyimpangan yang perpeluang untuk dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Watak manusia di negeri ini adalah korup dan luba (rakus). Korup dan luba tidak jauh berbeda. Karena itu tipe manusia yang tidak dapat dipercaya. Korup dan luba, bukan saja merugikan Negara tetapi juga menyengsarakan rakyat. Orang korup tidak pantas untuk di beri amanah yang berhubungan dengan kepentingan public.

Karena lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Apakah kita mau kelaparan dengan memberikan kepercayaan kepada orang korup untuk menjaga stok pangan Negara. Apakah kita mau menempatkan orang korup untuk memegang keuangan Negara. Bagaimana kalau keuangan negera disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sekaligus untuk melarikan diri keluar negeri. Tentu kita tidak mau kan?

Dalam rekonstruksi Aceh, kita bukan saja mengawasi apakah rumah pengungsi sudah dibangun tetapi bagaimana juga mengawasi pengeluaran dana rehab dan dana rekon Aceh. Jangan sampai dana rehab rekon habis untuk membiayai seminar, wokshop dan sejenis itu baik di Medan maupun di Jakarta. Acara pun di selenggarakan di hotel mewah, habis acara, tinggallah makalah saja. Tak ada tindaklanjut yang menyentuh kepentingan rakyat.

Padahal rekonstruksi bukan sebatas membicarakan, tetapi bagaimana mempraktekkan apa yang dibicarakan itu. Dalam rekonstruksi tidak dibutuhkan komentator saja, apalagi kalau dibayar ratusan juta. Itu hanya menghamburkan uang rakyat saja. Tapi bagaimana antara komentar dengan kinerja berjalan seiring.

Karena dalam rekostruksi Aceh tidak dibutuhkan ceramah atau pidato. Rakyat membutuhkan rumah, lapangan kerja dan modal usaha. Mereka perlu di beri pancing dalam mencari ikan, bukan di beri ikan saja. Tapi kita jadi heran, karena rakyat korban tsunami, jangankan diberi pancing, ikan pun tidak dapat. Pancing dan ikan justru dinikmati oleh buruh, pimpinan buruh, dewan pengawas sampai dewan pengarah.

Perlu di ingat, orang lapar tidak butuh ceramah tapi mereka butuh makanan. Setelah makan baru diceramahi dengan nasehat-nasehat. Intinya, para korban tsunami yang belum ada rumah diberi rumah, di ciptakan lapangan kerja, agar mereka dapat bekerja dengan baik atau diberi modal usaha agar mereka dapat hidup mandiri.

Jadi uang rehab-rekon Aceh bukan dihambur-hamburkan untuk kegiatan yang tidak penting. Jangan gunakan uang rehab-rekon Aceh untuk jalan-jalan ke Jakarta atau ke luar negeri tiap minggu. Tetapi bagaimana kepentingan dan kebutuhan para korban tsunami diberikan. Perlu di sadari, uang rehab-rekon itu adalah uang takziah, bukan uang jalan-jalan keluar negeri atau memperkaya diri.

Jika uang rehab-rekon digunakan untuk jalan-jalan, berarti BRR bukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh, tapi Badan Raoen Raoen (BRR). Raoen Raoen atau jalan-jalan keluar negeri berarti mengkhianati amanah untuk rehab-rekon Aceh. Di dunia anda boleh berkelit dengan data tapi di akhirat, anda-anda yang diberi amanah untuk rehab-rekon Aceh tidak dapat membohongi Tuhan dengan angka-angka keberhasilan. Jujurlah dalam rehab-rekon Aceh.[]

Tidak ada komentar:

Pemain Persiraja

Pemain Persiraja
Playmaker Persiraja, Patrick Sofian Ghigani