Oleh: Hadi Al Sumatrany
Dalam dekap kehidupan tersembunyi
Ada kekalahan yang tak dimengerti
Haluan kehidupan pun sunyi
Tak ada makna dan kesannya lagi
Lorong yang dulu sunyi
Kini berbunyi suara
Gemerlap yang tak beraturan
Tak bertuan dan tak ada sosial
Hati boleh menggugah dan membenci
Langit dan bumi boleh bersaksi
Untuk sekian kali kalbu bernyanyi
Tak ada penonton dan pemusik suci
Semuanya pergi bersama rembulan yang lari
Kesunyian datang dan menepi
Di kota metropolitan
Kami terus tersembunyi
Selamatkan Kami
Tak perlu mengumbar tangis
Bila bukit-bukit memerah
Kesabarannya mendobrak darah
Menanti gelisah
Bulu-bulunya ditebas
Kedamaian hutan tinggal sendiri
Mesin-mesin bagai duri
Mencincang kedamaian ini
Aku yang kecil tinggal sendiri
Semua saudaraku di bawa lari
Kami sudah di gunduli
Ombak Besar
Pasir-pasir cemburu
Menanti sahabat baru
Lama menunggu
Ombak besar berlalu
Menerjang daratan
Menerbangkan pasir
Berserakan
Lama menanti
Semuanya tak kembali
Laut kembali tenang
Malam Minggu
Derap langkah menyerbu
Diantara rel-rel yang membisu
Kereta api berlalu
Suara bising tak peduli
Rezeki hanya disini
Derap langkah menyerbu
Diantara kerikil yang membisu
Pangeran penggoda di tunggu
Lembaran rupiah dikupas
Derap langkah menyerbu
Di antara transaksi bisu
Tak ada harapan di masa lalu
Di penggir kali itu
Dagangan ku laku
Kebetulan malam minggu
Pembelinya hidung belang itu
Dalam terpal biru menawar
Tiga puluh ribu saja
Hiduplah kami tiap waktu
Dan ?
Pengemis itu
Datang tiap waktu
Sandal jepit, compang camping
Memburu tiap menit
Recehan mulai sulit
Di antara ibu kota sempit
Di antara pemerintah pelit
Di antara lingkungan berpenyakit
Kami tetap memburu dunia baru
Yang tidak sempit
Tidak pelit
Dan
?
Kami
Harapan tidak datang
Pemerintah berulang-ulang
Kami
Bimbang tapi sabar
Kami
Miskin dunia
Tapi kaya akhirat
[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar